Kamis, 30 September 2010

In My Reality Life part. II

Dan akhirnya aku nggak ketemu sama dia. Alhamdulillah. aku masih punya waktu untuk nyiapin mental sebelum ketemu dia. Aku nggak mau keliatan lemah di depan dia. Aku nggak bisa. Sampe akhirnya, besok paginya aku ketemu dia. Dia nyalamin aku. aku Cuma bisa nunduk. Gak tau kenapa, aku ngerasain sakit yang kemarin-kemarin berhasil aku singkirin. Semuanya balik lagi. Sakit banget. Aku nggak bisa ketemu dia lagi. Tapi aku udah nggak bisa apa-apa lagi. Aku harus tetep pergi ke Jogja buat menghormati undangan Mbak Banar. Aku ngak bisa berkutik. Aku Cuma bisa diem, nggak peduliin dia, dan nggak menganggap dia ada di sekitarku. Dan Cuma ngobrol sama Yuda. Tuhaaan, rasanya sangat menyakitkan. Beri aku kekuatan.

Begitu sampai di Jogja, lebih tepatnya waktu aku ganti baju di sebuah masjid, mau nggak mau aku ngomong sama dia. Waktu itu, dia nawarin buat beli minum. Karena aku lagi haus banget, mau nggak mau aku nanggepin dia. Hufh. God, safe me please. I need Your help.

Sampe di gedung resepsinya Mbak Banar sama Mas Alid, akhirnya aku bisa ketemu sama Ania. Aku kangen banget sama anak satu itu. karena ngeliat kondisi SBY3A jadi nggak enak, Alnia sengaja nyindir dengan keras, “SBY3A udah nggak nyaman kayak dulu lagi ya? Hufh.” Hump. Aku nggak tau, sindiran Alnia ini mbuat Bima ngerasa tersindir apa nggak.

Acara pernikahan Mbak Banar berlangsung meriah. Konsepnya bagus, sama persis kayak konsep wedding yang aku mau buat weddingku. Hiks. Dulu waktu pernikahan Mbak Nita, aku sama dia sempet ngomongin soal konsep wedding. Tuhaan, jangan biarkan aku mengingatnya lagi. Ini semua sangat sangat menyakitkan.

Menjelang akhir acara, Alnia sama Yuda sengaja ngajakin foto. Karena aku lupa bawa kamera, akhirnya foto pake hape Bima. Sumpah ya. Aku biasanya gila foto. Tapi kali ini aku bener-bener nggak mau foto. Padahal Alnia cantik banget hari itu. sebenarnya eman-eman banget kalo aku nggak punya kenangan sama sahabatku itu. aku bener-bener nggak mau foto. Aku nggak mau ada satu pun foto aku di hape dia. Aku nggak rela ada fotoku di sana. Aku nggak bisa terima ini semua. Sampe akhirnya, Alnia paksa aku buat foto sama Yuda. Mau nggak mau harus mau. Hufh. Cuma satu. Nggak lebih. Nggak boleh lebih. Aku Cuma mau foto pake kamera DSLR-nya Mas Juang.

Sampai akhirnya, Bima minta waktu buat ngomong sama aku Cuma berdua. Astagfirullah. Subhanallah. Ini nggak boleh. Aku bisa nangis. Nggak ! tapi aku udah nggak bisa apa-apa. Akhirnya, aku mau ngomong sama dia.

He said he was always negative thinking about me. Jadi, selama ini aku nggak pernah dianggap baik buat dia? Aku selalu ngalah buat dia. Aku berusaha nggak egois buat dia. Aku nggak tau aku salah apa. Kenapa? Apa sebegitu nggak berartinya aku buat dia? Apa sebegitu nggak bernilainya aku buat dia? Aku Cuma bisa nangis di tengah keramaian orang. Aku Cuma bisa nangis dalam diamku. Aku menyadari sesuatu, DIA NGGAK PERNAH MENGHARGAI AKU. wow, semua yang kamu lakuin selama ini sia-sia, nisa. Bodoh! Tuhaaan, beri aku kekuatan untuk bertahan dengan semua sakit ini. aku udah nggak tau lagi harus berbuat apa. Kau tau, kawan? Ini semua bisa terjadi karena apa? Karena ada pembanding yang membuat aku selalu buruk di mata dia. Ya, pasti si Rita, Bunga yang dia sebut di suratnya. Hey, boy. No body perfect, right?

Dia juga bilang, dia bakal menutup hatinya buat cewek selama lima tahun ke depan. alasan klise. Takut. Halah, Bullshit! Aku udah nggak peduli sama apa yang dia bilang lagi. Yang aku tau pasti, aku membenci dia. Ini bukan perasaan yang emosional. Tapi, ini adalah apa yang aku rasakan di alam sadar dan bawah sadarku. Aku benar-benar membenci dia.

Waktu pulang, dia sama Yuda ambil motor dan aku sama Alnia nunggu di Lobby gedung. Di sana, aku bener-bener histeris. Aku nggak bisa nahan sakit ini lagi. Aku perlu nangis. Semenjak kejadian karena surat itu, baru kali ini aku bisa bener-bener nangis di depan orang lain. Tuhaan, ijinkan aku menangis di depan orang lain kali ini. aku tau, aku harus kuat. Tapi untuk menjadi kuat, aku harus melepaskan bebanku. Aku bener-bener nangis. Alnia sampe bingung nutupin aku biar keluarganya nggak bingung kenapa aku nangis. Maafin aku, Al sayang. But, I must to do it now. Dalam hatiku, aku berharap dia tau aku nangis. Biar dia liat, gimana akibat dari perbuatannya.

And I know that it’s time to stop loving him and to start my life without him. Maybe, he isn’t the best for me and my life. I believe that God knows what we need. And God always gives what we need, not what we want. God always gives us the best. And believe that God always preparing the way for our life.mungkin bukan dia yang aku butuhkan. Buat aku, udah nggak ada gunanya lagi berharap dia kembali ke aku. udah nggak ada gunanya lagi aku bertahan. Ada pepatah yang bilang, the show must go on. My life will never end when he leave me, right?

Hump. Apa lagi ya? Sekarang waktunya aku buang jauh semua kenangan buruk dan kenangan manis yang menyakitkan itu. nggak akan ada lagi, Nisa-Bima atau Bima-Nisa lagi dalam hati dan hidupku. Selamanya.

Walaupun aku tau, aku harus memaafkan dia. Tapi entah kapan. Mungkin waktu dia bener-bener minta kembali sama aku. haha. Just kidding. Nggak akan semudah itu. :p

see you...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan berkomentar, :)