Jumat, 19 Februari 2010

Hidayah Akan Kembali - Sinopsis

Di loket pembayaran suatu rumah sakit, ada seorang pemuda yang tengah berdebat dengan petugas loket. Melunasi sesuatu. Ya, bayaran rumah sakit yang belum juga lunas. Tak ada uang. Ayahnya telah tiada sejak dia berusia lima tahun. Ibunya hanya seorang tukang cuci. Dan kini sang ibu sedang terbaring sakit di ruangan yang berisi puluhan orang sakit.
Tak lama Rifqi, pemuda itu mulai beranjak dari loket pembayaran itu dengan wajah yang lesu. Stress. Tak mengerti harus bagaimana untuk menyelesaikan pembayaran. Melangkah menuju taman rumah sakit.
Di taman rumah sakit, dia duduk di kursi taman sambil menunduk. Menangis. Pusing. Tak tahu harus bagaimana. Tak lama, seorang gadis dengan kalung salib yang terpasang manis di lehernya duduk di sebelah Rifqi. Natasha, namanya. Dia teman sekolah Rifqi yang kebetulan juga sedang menjenguk saudaranya yang sakit. Lalu perbincanganpun terjadi di antara mereka berdua. Rifqi menceritakan semua yang sedang dirasakannya pada Natasha. Tentang ibunya yang tengah sakit. Tentang bayaran rumah sakit yang harus segera dilunasi. Natasha tersenyum misterius saat mendengar cerita Rifqi.
Lalu Natasha menawarkan diri untuk membayar seluruh biaya rumah sakit ibu Rifqi. Dan Rifqi tak perlu menggantinya. Tapi Rifqi menolak tawaran itu. Tak mau merepotkan orang lain. Tak ingin ada hutang budi dengan Natasha. Natasha terus membujuk dan meyakinkan Rifqi. Lalu dia memperbolehkan Rifqi menganggapnya sebagai utang. Dia juga mengatakan bahwa Rifqi boleh membayarnya kapanpun. Rifqi tampak berpikir.
Konflik terjadi di hatinya. Di satu sisi, dia membutuhkan uang itu untuk pengobatan ibunya. Kalau tidak dibayar, ibunya tidak akan operasi dan sakitnya makin parah. Tapi di sisi lain, dia tak ingin memiliki hutang dengan orang lain. Apalagi Natasha beragama non muslim. Nasrani. Akhirnya, Rifqi memutuskan untuk menerima bantuan dari Natasha.
Biaya rumah sakit dilunasi oleh Natasha. Ibu Rifqi sudah boleh pulang. Semenjak itu, mereka menjadi teman dekat. Natasha kerap membawakan makanan saat berkunjung ke rumah Rifqi. Rifqi juga membantunya dalam hal pelajaran. Maklum, Rifqi adalah bintang kelas.
Saat mereka ngobrol, terkadang mereka membahas mengenai agama. Natasha kerap menceritakan bagaimana nasrani. Begitu juga Rifqi. Tapi Natasha lebih mendominasi. Dia menceritakannya dengan sangat meyakinkan. Betapa gampangnya menjadi hamba yang taat ala nasrani. Hanya dengan rajin berdoa atau mengikuti kebaktian di gereja atau menyanyikan lagu pujian saja sudah bisa dibilang taat. Tidak seperti islam. Dalam islam, orang yang taat adalah orang yang melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Tuhan.
Suatu hari, ibu Rifqi meninggal. Sakitnya makin parah. Rifqi sangat kehilangan wanita yang menghadirkan dirinya di dunia itu. Dia kini sebatang kara. Sendirian. Tak punya siapa-siapa lagi. Anak yatim piatu. Dia shock berat. Kondisi psikologisnya sangat labil.
Semenjak itu, Rifqi mulai berpikir. Mengapa Tuhan tak pernah adil padanya? Dia selalu mengikuti agama yang tauhid. Islam. Dia selalu taat. Rajin sholat, ngaji, puasa, akhlaknya juga baik. Tapi kenapa dia selalu diuji dengan ujian yang amat berat? Sedangkan Natasha yang tidak mengikuti agama Tuhan yang sebenarnya selalu diberi kenikmatan yang tak terkira. Padahal yang disembah Natasha adalah seseorang yang dianggapnya sebagai nabi sebelum Rasulullah saw. Hanya utusan Tuhan. Bukan Tuhan. Kenapa semua ini terjadi? Apa maksud Tuhan atas ini semua? Kenapa Tuhan tak adil padaku? Pikir Rifqi. Perlahan dia merasa bahwa cobaan yang datang selama ini adalah kutukan dari Tuhan untuknya. Tuhan tak pernah sayang padanya.
Rifqi yang selalu taat beragama, mulai goyah dengan imannya pada Tuhan. Dia mulai mengurangi ibadahnya. Kepercayaannya pada Islam mulai luntur. Ia sudah mulai jarang beribadah. Dia berpikir, untuk apa harus beribadah kalau nyatanya Tuhan tak pernah mempedulikan dan menyayanginya?
Di saat seperti itulah, Natasha mulai mencekokinya dengan surat-surat dalam Alkitab. Dia mulai meyakinkan Rifqi agar mau berpindah agama. Menceritakan bagaimana indahnya nasrani.
Rifqi mulai tertarik dengan agama tersebut. Agama yang bukan dari Tuhan. Agama yang menyimpang dari agama Tuhan. Selain karena pemikirannya yang dangkal mengenai Tuhannya, dia juga tertarik mempelajari agama tuhan palsu itu karena dia mulai mencintai Natasha yang selama ini selalu bersikap baik dan murah hati padanya dan ibunya saat ibunya masih hidup dulu.
Saat adzan maghrib berkumandang dengan merdunya, bukannya beranjak mengambil air wudlu, tapi dia malah ongkang-ongkang kaki sambil minum minuman keras di depan masjid. Masya Allah. Betapa sombongnya dia pada Tuhannya sendiri. Setelah sholat maghrib berjamaah, seorang ustadz menghampirinya. Menanyakan kenapa dia belum sholat. Dengan enteng dia menjawab, “Untuk apa aku sholat dan menyembah Tuhan yang tak pernah menyayangiku?”
Ustadz Utsman kaget mendengar ucapan Rifqi. Karena Rifqi yang beliau kenal adalah seorang pemuda muslim yang taat beragama dan selalu sabar dalam menghadapi cobaan. Tiba-tiba saja Rifqi bisa mengatakan hal yang sangat tidak pantas dikatakan oleh seorang muslim. Ustadz Utsman mulai menjelaskan mengenai agama Islam yang indah. Beliau juga mengatakan bahwa cobaan yang diberikan Allah adalah ukuran bagi sempurna atau tidaknya iman seseorang (QS. Al ‘Ankabuut: 2-3). Beliau banyak memberikan nasihat pada Rifqi. Beliau juga menjelaskan bahwa kaum kafir salah telah menuhankan nabi Isa as yang disebut yesus itu. Karena seorang nabi tidak akan menyuruh manusia untuk menyembah dirinya (QS. Ali ‘Imran: 79). Beliau juga menasihati agar tidak terpedaya dengan kemakmuran orang musyrik karena dengan kemakmuran mereka, mereka melawan dan membantah dengan alasan yang bathil untuk menghilangkan kebenaran (QS. Al Mu’min: 4-5).
Hati Rifqi kembali ragu untuk meninggalkan agama tauhid. Tak lama, sebuah mobil mewah menghampirinya. Kacanya terbuka. Natasha. Dia mengajak Rifqi pergi. Lalu Rifqi pamit pada Ustadz Utsman. Pergi meninggalkan masjid. Melesat di jalanan kota yang ramai. Ustadz Utsman hanya berharap Rifqi dapat kembali menemukan hidayah.
Natasha dan Rifqi pergi ke sebuah gua maria yang ada di pinggir kota. Jalanan menuju gua maria tersebut mulai sepi. Dengan tenang, Natasha mengemudikan mobilnya. Sepanjang perjalanan, Rifqi melihat hal-hal aneh. Dia melihat ada bintang dengan formasi yang membentuk lafadz Allah. Ada orang gila yang menyerukan agar ia tetap dalam Islam. ada banyak lafadz Allah di sepanjang perjalanan.
Di satu sisi, dia merindukan kesejukan yang ia rasakan saat beribadah pada Allah. Dia merindukan ketenangan hati yang dulu ia rasakan saat Islam ada di hatinya. Di sisi lain, dia juga mencintai Natasha. Gadis yang selalu membujuknya untuk murtad. Sebuah dilemma besar yang sulit. Dia harus memilih agamanya atau urusan cintanya. Aku harus memilih yang mana? Pikir Rifqi.
Tiba-tiba mobil yang dikemudikan Natasha tidak stabil. Mobil jadi zig zag tak karuan di jalanan aspal yang sepi. Jantung Rifqi berdegup dengan kencang. Keringat dingin mengucur dari dahinya. Ketakutan akan kematian seketika membayangi pikirannya. Mau kemana jiwaku saat aku mati nanti? Keyakinanku belum pasti. Aku akan ikut siapa? Islam atau nasrani? Pikir Rifqi. Bayangan kematian itu menghantuinya.
Mobil Natasha akhirnya menghantam pohon di pinggir jalan. Ringsek. Di persawahan yang luas. Jauh dari mana-mana. Kepala Natasha menghantam kemudi. Berdarah. Perdarahan hebat terjadi di kepalanya. Tak terselamatkan. Kepala Rifqi menghantam kaca mobil dengan keras. Hingga kacanya retak. Jalanan sepi.
Rifqi sempat pingsan sebentar. Tak lama, dia terbangun. Pusing. Sakit. Kepalanya berat. Darah segar mengucur pelan dari kening dan hidungnya. Dia masih belum seratus persen sadar. Tapi tak lama dia sadar. Dia sangat bersyukur dia dapat terlepas dari maut yang akan menjemputnya.
Saat keluar dari mobil itu, dia mendengar adzan isya’ yang sangat merdu. Jantungnya berdegup sangat kencang. Hatinya bergetar. Suara panggilan mulia itu meneduhkan hatinya. Dia seperti jatuh cinta kembali pada Islam. Air matanya menganak sungai di pipinya. Allah SWT telah memberikannya kesempatan untuk bertaubat nasuha. Allah masih mencintainya. Istigfar segera ia panjatkan. Tangis pecah dengan hebohnya. Penyesalan menyelimuti hatinya. Dia segera bersujud istigfar. Air matanya terus mengalir. Dia hanyut dalam sujud taubatnya. Hanyut dalam doa-doanya. Saat bersujud, dia seperti bedialog dengan Allah. Dia rindukan suasana seperti ini. Akhirnya dia dapatkan kembali ketenangan hati yang sempat hilang dulu. Beribu kali dia mohon maaf pada Allah dan berterima kasih kepadaNya karena telah diselamatkan dari maut dan telah memberinya kesempatan untuk bertaubat. Hidayah itu telah sampai padanya.
Tiba-tiba kepalanya sakit. Sakitnya menjalar ke seluruh tubuh. Pusing. Dunia serasa berputar. Nyawanya seperti ada yang menarik. Lalu tak sadarkan diri.
Seminggu setelah kejadian itu, Rifqi berjalan di antara nisan-nisan bisu di pemakaman nasrani. Di sebuah nisan bertuliskan ‘Natasha’, dia terhenti. Ia hanya terdiam. Tak perlu berdoa.
Rasa cinta yang dulu meliputi hatinya berubah menjadi rasa benci yang begitu besar. Karena gadis itu, dia hampir meninggalkan agamanya. Meninggalkan agama yang akan mengantarnya ke surga Allah. Dia tak pernah bersedih mengetahui bahwa gadis itu telah tiada. Dia sempat menyesal pernah mencintai Natasha. Tapi saat ia pulang ke rumah, dia menemukan surat dari Natasha, yang menyatakan bahwa Natasha mulai tertarik ada agama Islam. Rifqi hanya dapat menyesali bahwa ia tidak dapat membantu dan menuntun Natasha ke jalan Allah.
Tapi baginya yang penting sekarang adalah ia akan memeluk Islam hingga akhir hayatnya. Sampai malaikat menjemputnya. Dia menyerahkan segala urusan pada Allah. Termasuk mengenai jodoh. Karena Allah telah berfirman dalam QS Ar-Rum: 21, Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berpikir. Dia yakin Allah telah menyiapkan seorang perempuan sholehah yang sepadan dengannya untuk menemaninya beribadah bersama pada Allah.
Sebuah kejadian tak patut untuk ditangisi. Tapi untuk dikenang dan untuk diambil pelajaran dan hikmah yang terkandung dalam kejadian tersebut. Baginya, Islam adalah satu-satunya agama yang dapat mengantarkannya ke surga Allah. Karena hanya Islam lah agama yang dimiliki oleh Allah (QS Ali Imran:19).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan berkomentar, :)